UU HKPD Wujud Komitmen Bersama Penguatan Kualitas Desentralisasi Fiskal Untuk Kesejahteraan Rakyat

kick off Sosialisasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD)

Pemerintah bersama DPR RI melaksanakan kick off Sosialisasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Sosialisasi diselenggarakan di Pendopo Bupati Pemerintah Kabupaten Demak Provinsi Jawa Tengah dan dihadri langsung oleh Menteri Keuangan, Wakil Ketua Komisi XI, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, Bupati Kabupaten Demak, dan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan serta para jajaran bupati dan walikota di Provinsi Jawa Tengah sebagai peserta sosialisasi.

UU HKPD merupakan salah satu undang-undang yang ditunggu oleh berbagai pihak, karena UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah cukup lama dan perlu disempurnakan sesuai kondisi terkini. Undang-undang ini didesain dengan upaya reformasi secara menyeluruh, tidak hanya dari sisi fiscal resource allocation, melainkan juga memperkuat sisi belanja daerah agar lebih efisien, fokus, dan sinergis dengan Pemerintah Pusat. Hal ini guna mewujudkan pemerataan layanan publik dan kesejahteraan masyarakat di daerah sebagai ikhtiar bersama peningkatan kualitas pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia.

Dalam paparannya Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan” Oleh karena itu UU HKPD dilakukan amandemen atau perubahan dengan DPR, DPD. Kita mencoba untuk melihat evaluasi 20 tahun pelaksanaan dan perbaikan yang dilakukan.  Tujuanya adalah untuk yang pertama meningkatkan kapasitas fiskal daerah, meningkatkan kualitas belanja di daerah, dan harmonisasi antara kebijakan fiskal pusat dengan fiskal di daerah yang dampak akhirnya adalah output dan outcame yaitu kualitas layanan masyarakat membaik. Dan seharusnya, konsep negara kesatuan Republik Indonesia, orang dimanapun, mau tinggal di Jakarta, Semrang, Demak, Grobokan, Blora, atau Papua harusnya mendapatkan pelayanan dengan kualitas yang sama. Itu adalah konsep kesatuan”.

Senada dengan Menteri Keuangan, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi menyampaikan “Prinsipnya adalah daerah bisa belanja dengan efektif, belanja dengan efisien, dan belanja dengan tepat sasaran, tetapi Kementerian Keuangan sebagai Bendahara Negara bisa mendesain satu APBN yang efektif untuk rakyat, yang selama ini sering kita berbicara tentang bagaimana bansos, bagaimana perlindungan sosial, bagaiaman jaminan kesehatan, dan bagimana stimulus UMKM bisa efektif dan tepat sasaran.

Arah baru desentralisasi fiskal melalui UU HKPD disusun berdasarkan berbagai tantangan pelaksanaan desentralisasi fiskal selama ini, seperti belum optimalnya dampak Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) dalam menurunkan ketimpangan penyediaan layanan di daerah; pengelolaan APBD yang masih perlu dioptimalkan, dan local taxing power yang masih perlu ditingkatkan. Untuk itu, pengaturan UU HKPD fokus pada pemutakhiran kebijakan Transfer ke Daerah berbasis kinerja, pengembangan sistem pajak daerah yang efisien, perluasan skema pembiayaan daerah, peningkatan kualitas belanja daerah, dan harmonisasi belanja pusat dan daerah.

Terkait dengan pengaturan mengenai kebijakan Transfer ke Daerah berbasis kinerja dalam UU ini di antaranya berupa pengalokasian Dana Bagi Hasil (DBH) kepada daerah penghasil dan non-penghasil yang terdampak eksternalitas negatif dan juga daerah pengolah dengan memperhitungkan kinerja daerah. Selain itu, kebijakan formulasi Dana Alokasi Umum (DAU) didesain agar tidak one size fits all, namun dialokasikan berdasarkan unit cost kebutuhan dengan tetap memperhatikan jumlah penduduk, kondisi, karakteristik, dan capaian kinerja daerah. “Sehingga kita tidak bisa membuat formula yang disebut one size fits all, satu ukuran untuk semuanya, karena Indonesia itu bhineka. Nah inilah sebetulnya yang menjadi landasan kalau kita membuat formula untuk pembagian dana pasti tidak bisa memuaskan semuanya, tapi tetap ada tujuanya, karena tadi untuk mengejar ketertinggalan”.

Dari sisi perpajakan daerah, UU HKPD mengatur mengenai penguatan sistem Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) melalui restrukturisasi dan konsolidasi jenis PDRD, pemberian sumber-sumber perpajakan daerah yang baru, dan penyederhanaan jenis retribusi daerah. Undang-undang ini juga membuka adanya opsi retribusi tambahan, termasuk retribusi pengendalian perkebunan terkait sawit yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah, untuk menyesuaikan dengan dinamika di daerah, namun tetap menjaga stabilitas perekonomian. Penguatan PDRD juga dilakukan dalam rangka mendorong kemudahan berusaha dan penciptaan lapangan kerja serta memberikan dukungan terhadap usaha kecil berupa skema insentif bagi usaha mikro serta ultra mikro. Rangkaian kebijakan baru tersebut yang dibarengi dengan komitmen daerah untuk meningkatkan kualitas pemungutan, diyakini akan mampu meningkatkan kemampuan fiskal daerah. Hasil simulasi menunjukkan bahwa penerimaan PDRD bagi kabupaten/kota diperkirakan meningkat dari Rp61,2 triliun menjadi Rp91,3 triliun atau meningkat hingga 50%.

Peningkatan kemampuan fiskal daerah tentu harus diiringi dengan perbaikan belanja daerah, UU HKPD mengatur penguatan perencanaan belanja daerah melalui penganggaran belanja daerah, simplifikasi dan sinkronisasi program prioritas daerah dengan prioritas nasional, serta penyusunan belanja daerah yang didasarkan atas standar harga. Penguatan disiplin belanja daerah dan pengendalian belanja daerah juga dilakukan melalui pembatasan belanja pegawai sebesar maksimal 30% dan belanja infrastruktur minimal 40%. Pengaturan batasan ini sebagai bentuk aggregate fiscal control untuk menjaga efektivitas dan kesinambungan sumber daya fiskal nasional, namun dengan tetap memberikan keleluasaan bagi daerah untuk menentukan pilihan eksekusi belanjanya

Dari sisi skema pembiayaan, UU HKPD mendorong penggunaan creative financing untuk akselerasi pembangunan di daerah. Adapun UU HKPD tidak hanya mengartikan creative financing sebagai pembiayaan berbentuk utang namun juga mendorong bentuk lain yang berbasis sinergi pendanaan dan kerjasama dengan pihak swasta, BUMN, BUMD, ataupun antar-Pemda. Selain itu, UU HKPD juga membuka adanya opsi bagi daerah yang berkapasitas fiskal tinggi dan telah memenuhi layanan publiknya dengan baik untuk membentuk Dana Abadi Daerah untuk kemanfaatan lintas generasi.

Sinergi kebijakan fiskal pusat dan daerah menjadi salah satu poin penting dalam UU HKPD. Hal ini dijabarkan atas penyelarasan kebijakan fiskal nasional, kebijakan penetapan batas kumulatif defisit dan pembiayaan utang Daerah, pengendalian dalam kondisi darurat, serta sinergi bagan akun standar. Pelaksanaan sinergi akan didukung oleh sistem informasi yang dapat mengkonsolidasikan informasi keuangan pemerintahan secara nasional sesuai bagan akun standar yang kian terkonsolidasi antara pusat dan daerah. Penguatan sinergi fiskal nasional diperlukan agar menjadi momentum dalam memperkuat peran Pemerintahan Daerah untuk secara bersama-sama dan sinergis dengan Pemerintah Pusat dalam mencapai tujuan pembangunan nasional dalam mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan serta tercapainya kesejahteraan yang merata di seluruh pelosok NKRI.

Melalui semangat UU HKPD, Kementerian Keuangan sebagai pengelola fiskal nasional dengan tangan terbuka akan terus memberikan pembinaan, kerja sama dan sinergi dengan Pemerintah Daerah selaku pengelola keuangan di daerah. Hal ini dilaksanakan agar bersama-sama, dapat mengelola keuangan negara secara efektif, efisien, dan akuntabel untuk menjaga kesinambungan sumber daya fiskal dalam sinergi gerak langkah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam bingkai NKRI. *

Rahayu Puspasari
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

LABKUM Pers, Kecam Kekerasan Terhadap Wartawan Karawang

Next Article

Komisi II-Kemendagri Sepakat Pemekaran Papua Disesuaikan Jumlah Kelompok Wilayah Adat

Related Posts