Komisi IV DPR RI menerima aspirasi dari berbagai asosiasi petani sawit terkait pengelolaan dan pengembangan sawit rakyat. Komisi IV DPR RI menilai terdapat potensi besar dari pemanfaatan dana, bukan hanya untuk kegiatan peremajaan, akan tetapi untuk peningkatan produksi sawit secara langsung. Namun dalam pelaksanaannya, saat ini alokasi penggunaanya dinilai terlalu banyak untuk kegiatan yang tidak bersinggungan langsung dengan kepentingan pengelolaan dan pengembangan sawit rakyat.
“Selama ini ternyata yang dihasilkan tidak terlalu banyak, sedikit sekali. Kemudian juga kalau dilihat perkembangannya juga tidak maksimal, padahal anggaran Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tinggi sekali. Dan itu ternyata sebagian besar bukan untuk tani rakyat. Tetapi untuk biodiesel,” jelas Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Anggia Erma Rini saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan sejumlah asosiasi kelapa sawit di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (24/3/2022).
Hadir dalam RDP dengan Komisi IV DPR RI kali ini, di antaranya Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Perjuangan (Apkasindo Perjuangan); Perkumpulan Forum Petani Kelapa Sawit Indonesia (Popsi); Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (ASPEKPIR); serta Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS).
“Dan bahkan kalau kita dengar, BPDPKS itu anggaran bukan hanya dua. Bukan hanya Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dan biodiesel. Tapi juga untuk promosi, infrakstruktur, tapi itu tidak pernah dilakukan. Itu kita dengar. Minggu depan kita akan ada rapat dengan BPDPKS untuk mengonfirmasi hal tersebut,” jelas Anggia. Ia juga mengkritik terkait jalannya program-program pengembangan dan pengelolaan kelapa sawit, yang mana dinilai tidak tepat sasaran dan tidak punya data yang konkret.
“Dua hari yang lalu kita rapat dengan Kementerian Pertanian. Kita meminta data petani sawit rakyat. Di mana, berapa, dan siapa saja, masak udah sekian lama enggak punya data sama sekali. Dirjen kan punya kaki tangan PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) di bawah, harusnya bisa dong punya data, tapi sampai hari ini kita enggak punya data. Dan data itu menjadi sangat penting, untuk intervensi yang jelas, pemberian bantuan, ataupun supaya anggaran PSR jelas kemana. Jangan sampai abuse,” jelas politisi PKB ini.
Senada dengan Anggi, Anggota Komisi IV DPR RI Yohanis Fransiskus Lema juga mengkritik perihal minimnya data yang valid perihal kepemilikan lahan sawit di Indonesia. “Memangnya ada kebijakan publik yang tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, kalau datanya tidak valid tidak akurat? Tidak Ada. Tetap mulainya dari data,” pungkas Lema. *