Organisasi Kemasyarakatan sebagai Bagian dari Infrastruktur Politik
Infrastruktur politik setidaknya terdiri dari 4 (empat) kelompok utama, yaitu partai politik (parpol), kelompok kepentingan (interest group), kelompok penekan (pressure group), dan media. Di antara kelompok tersebut, terdapat kelompok yang memiliki peranan yang dominan dalam sistem politik di Indonesia yaitu kelompok penekan dan kelompok kepentingan, yang pada umumnya berbentuk organisasi kemasyarakatan (ormas). Sebagai bagian dari infrastruktur politik, umumnya ormas memiliki basis massa yang cukup besar dan tokoh-tokoh yang berpengaruh.
Sebagai negara demokrasi, konstitusi Indonesia memberikan jaminan kepada setiap individu dan masyarakat untuk berpendapat, berserikat, berkumpul, dan berpendapat di muka umum. Ormas hadir sebagai aktualisasi dari penjaminan negara atas hak tersebut. Ormas dibentuk oleh masyarakat secara sukarela dan nirlaba berdasarkan kesamaan kepentingan masing-masing anggotanya untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Ormas yang saat ini ada di Indonesia sangat beragam apabila dilihat dari pendekatan bidangnya serta bentuknya, yakni dapat berbadan hukum dan tidak berbadan hukum sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2017 (UU Ormas).
Peran Ormas di Negara Demokrasi
Kehadiran ormas seringkali dimanfaatkan sebagai wadah bagi masyarakat untuk melakukan pengembangan, pemberdayaan, maupun penyaluran aspirasi. Dengan demikian, masyarakat diharapkan dapat turut serta berpartisipasi dalam rangka mendukung pembangunan nasional dan mewujudkan tujuan negara.
Eksistensi ormas di Indonesia dalam perkembangannya mengalami pasang surut. Sebelum masa reformasi, ruang aspirasi dan partisipasi ormas sangat dibatasi, sehingga dapat dikatakan bahwa ormas lebih berfungsi sebagai alat politik pemerintah pada masa itu, khususnya terkait pemanfaatan basis massa yang jumlahnya sangat besar. Sementara pada saat ini pemerintah cukup sering melibatkan ormas untuk berpartisipasi dan menjadikannya sebagai salah satu mitra pembangunan nasional.
Partisipasi merupakan salah satu elemen yang esensial dalam sistem demokrasi. Oleh sebab itu, terdapat ruang bagi partisipasi publik termasuk ormas untuk dapat terlibat dalam mewujudkan kebijakan pemerintah yang aspiratif dan berkualitas serta berpihak pada rakyat. Kebijakan pemerintah tersebut kemudian diimplementasikan menjadi peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat bagi masyarakat.
Dalam rangka menghimpun pandangan publik atas suatu kebijakan yang telah atau akan disusun pemerintah, beberapa ormas juga kerap kali melibatkan masyarakat dalam diskusi terbuka untuk menghimpun masukan terkait kebijakan/rencana kebijakan pemerintah. Dengan demikian, selain berpartisipasi sebagai organisasi, secara tidak langsung ormas juga turut mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyusunan kebijakan pemerintah melalui ruang-ruang diskusi tersebut.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan, jaminan mengenai partisipasi khususnya partisipasi masyarakat (termasuk ormas) dalam penyusunan peraturan perundang-undangan salah satunya tercermin pada UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, di mana dalam UU tersebut diamanatkan bahwa masyarakat memiliki hak untuk memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis yang dapat dilakukan melalui rapat dengar pendapat, kunjungan kerja, sosialisasi dan/atau seminar, loka karya dan/atau diskusi.
Sejalan dengan hal tersebut, pada tingkat daerah juga terbuka ruang bagi masyarakat termasuk ormas untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diubah terakhir dengan UU Nomor 9 Tahun 2015 (UU Pemda). Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah memiliki fungsi dan peranan yang penting, antara lain sebagai sarana dalam mengaspirasikan kebutuhannya sehingga proses pembentukan kebijakan daerah lebih responsif.
Partisipasi yang dapat dilakukan pada tingkat daerah sebagaimana dimaksud mencakup (Pasal 354 ayat (3) UU Pemda):
– penyusunan Perda dan kebijakan daerah yang mengatur dan membebani masyarakat;
– perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemonitoran, dan pengevaluasian pembangunan daerah;
– pengelolaan aset dan/atau sumber daya alam daerah; dan
– penyelenggaraan pelayanan publik.
Partisipasi tersebut dilakukan dalam bentuk konsultasi publik, musyawarah, kemitraan, penyampaian aspirasi, pengawasan, dan/atau keterlibatan lainnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang merupakan amanat dari Pasal 354 ayat (7) UU Pemda.
Komitmen Bersama
Peraturan perundang-undangan yang saat ini telah ada sebetulnya sudah cukup mengakomodasi ruang gerak bagi ormas, termasuk dalam hal partisipasi dalam penyusunan kebijakan pemerintah. Namun yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana implementasinya, termasuk kemudahan akses bagi masyarakat dan ormas serta penyediaan sarana untuk monitoring tindak lanjut terhadap aspirasi yang telah disampaikan.
Kemauan dan komitmen bersama untuk melibatkan seluruh unsur masyarakat dalam penyusunan kebijakan juga merupakan aspek yang penting. Di samping itu, anggota ormas sendiri juga perlu dibekali dengan pengetahuan dan pendidikan yang mencukupi dalam rangka pemberdayaan anggotanya guna meningkatkan kualitas aspirasi yang disampaikan.
Pada akhirnya kehadiran ormas di tengah masyarakat diharapkan dapat memberikan kontribusi melalui partisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan pemerintah guna turut serta dalam menyelesaikan permasalahan bangsa serta mewujudkan pembangunan nasional.
__o0o__
*) Penulis adalah pegawai pada Kedeputian Polhukam, Setkab
Sumber: Setkab.go.id