Pulau Maitara, yang merupakan bagian dari Kota Tidore Kepulauan, Provinsi Maluku Utara telah dicanangkan menjadi Pulau Reforma Agraria sejak tahun 2021. Pencanangan dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara Kantor Pertanahan Kota Tidore Kepulauan dan Pemerintah Kota Tidore Kepulauan dengan pelaksanaan penataan aset, penataan akses, hingga infrastruktur di Pulau Maitara. Selain itu, kegiatan pemberdayaan masyarakat juga telah dilaksanakan pada lokasi Pulau Reforma Agraria ini.
Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Surya Tjandra pada Rabu (25/05/2022), melakukan peninjauan ke kampung Reforma Agraria. Dalam kesempatan ini, ia meninjau pemberdayaan masyarakat berupa tempat pengasapan ikan serta infrastruktur di sekitar Pulau Maitara. Di samping itu, Surya Tjandra juga berdialog dengan masyarakat dan kelompok usaha.
Pulau Maitara, secara administrasi termasuk pulau yang sudah lengkap terpetakan, baik kawasan hutan maupun areal penggunaan lain (APL). Meskipun begitu, beberapa masyarakat masih memiliki persoalan tanah yang masuk ke dalam kawasan hutan. Sehingga, menyebabkan masyarakat tidak bisa memanfaatkan tanahnya secara optimal. Kendati demikian, Surya Tjandra mengatakan, kegiatan ekonomi harus terus berjalan demi kesejahteraan di Pulau Maitara.
“Sekarang ini yang jelas kalau memang sudah ada pemanfaatan, manfaatkan dan jaga dengan baik sambil diproses pelepasan kawasan hutannya. Pulau Maitara sebagai Pulau Lengkap dalam artian ATR/BPN bahwa semua bidang sudah terpetakan, itu saya kira bisa kita jadikan modal untuk mengangkat masalah ini ke pemerintah pusat. Itu kan semacam pernyataan bahwa ini Pulau Lengkap, namun masih terkendala dengan pendaftaran tanah masyarakat yang berada dalam kawasan hutan,” ujar Wamen ATR/Waka BPN.
Kehadiran Kementerian ATR/BPN dalam hal ini bertujuan agar masyarakat memiliki sertipikat Hak atas Tanah yang dapat dijadikan sebagai modal usaha. Surya Tjandra menuturkan, akan terus berupaya untuk menyelesaikan tumpang tindih antara penguasaan masyarakat dengan kawasan hutan. “Buat saya, Pulau Maitara sudah lengkap sebetulnya. Dan kelengkapan itulah yang sebagai modal untuk memperjuangkan apa yang menjadi harapan masyarakat,” lanjut Surya Tjandra.
Mewakili masyarakat, Kepala Desa Maitara Tengah, Muhlis Malagapi melihat kegiatan kunjungan kerja Wamen ATR/Waka BPN sebagai momentum berkomunikasi kepada pemerintah pusat terkait dengan masalah masyarakat di Pulau Maitara. Ia berharap, kebijakan yang baik dapat diambil dengan memperhatikan keseimbangan ekosistem alam.
“Pulau ini secara geografis sendiri terpisah dari pulau induknya. Pulau ini sangat kecil dan sangat berimpit-impitan. Sementara, dari waktu ke waktu pertambahan penduduk, kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan akan lahan permukiman itu menjadi kebutuhan yang sangat mendesak. Sehingga, pelepasan kawasan hutan bertujuan agar penduduk Pulau Maitara bisa mendapatkan legalisasi aset, hingga pada akhirnya mereka bisa menjadi tuan di negeri sendiri,” ungkapnya.
Menanggapi hal ini, Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Maluku Utara, Abdul Aziz menyampaikan bahwa Kementerian ATR/BPN membutuhkan bantuan pemerintah daerah untuk membuat permohonan pelepasan kawasan hutan tersebut. “Dalam kesempatan ini saya mohon dibantu oleh Wali Kota untuk diproses. Sebaiknya nanti melalui Kepala Kantor Pertanahan Kota Tidore Kepulauan untuk mempersiapkan bahan komunikasi dengan kementerian/lembaga terkait,” tuturnya.
Kepala Kantor Pertanahan Kota Tidore Kepulauan, Andrya Danu Wijaya mengungkapkan bahwa konsep pencanangan Pulau Maitara menjadi Pulau Reforma Agraria tidak terlepas dari keterpaduan pemerintah daerah melalui kegiatan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang menghasilkan bantuan enam bangunan pengasapan ikan, Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan perbaikan infrastruktur lainnya. “Kendati demikian, komitmen kami di tahun yang sama melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) menuntaskan Desa Lengkap dan menyelesaikan persoalan masyarakat,” ungkapnya.
Menurutnya, keberhasilan penataan akses dan infrastruktur di Pulau Maitara dapat menjadi dasar penerbitan hak masyarakat. “Kami berharap bahwa kegiatan ini akan memberikan dampak kepada masyarakat. Tentunya dalam jangka waktu yang pendek, menengah, dan jangka panjang. Oleh karenanya, diharapkan juga ada dari pemerintah daerah untuk menindaklanjuti dan memberikan program-program berkelanjutan,” papar Andrya Danu Wijaya. *