Permohonan seorang wiraswastawan, Djunatan Prambudi untuk pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU Merek dan IG) akhirnya tidak dapat diterima oleh Mahkamah Konstitusi (MK). “Amar putusan mengadili, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” tegas Wakil Ketua MK Aswanto dalam sidang pengucapan putusan, pada Selasa (31/5/2022) di Ruang Sidang Pleno MK.
Persoalan surat kuasa menjadi sorotan Panel Hakim MK dalam sidang uji UU Merek dan IG. Setelah sebelumnya mengikuti sidang pemeriksaan pendahuluan, Pemohon menyerahkan perbaikan permohonan bertanggal 8 Maret 2022 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada 9 Mei 2022 berdasarkan Tanda Terima Nomor 42-2/PUU/PAN.MK/AP3, namun tidak menyerahkan perbaikan surat kuasa. Selanjutnya, pada sidang perbaikan permohonan pada 17 Mei 2022, yang juga hanya dihadiri oleh para penerima kuasa tanpa dihadiri pemberi kuasa, Mahkamah telah meminta klarifikasi kepada para penerima kuasa berkenaan dengan perbaikan surat kuasa dimaksud.
Dalam persidangan tersebut para penerima kuasa menjelaskan, bahwa permohonan sudah diperbaiki termasuk surat kuasanya sebagaimana nasihat Majelis Hakim pada sidang pemeriksaan pendahuluan tanggal 26 April 2022, namun untuk perbaikan surat kuasanya belum diserahkan kepada Mahkamah. Terhadap hal tersebut, Mahkamah meminta kepada para penerima kuasa untuk membacakan dan menunjukkan perbaikan surat kuasa dimaksud dalam persidangan melalui daring.
Selanjutnya, menurut Mahkamah, setelah para penerima kuasa menunjukkan perbaikan surat kuasa yang dimaksudkan, setelah dicermati ternyata surat kuasa khusus yang dimaksudkan belum dibubuhi meterai dan belum ditandatangani oleh kedua belah pihak, yaitu pemberi kuasa maupun penerima kuasa. Bahwa berdasarkan uraian fakta hukum di atas, Mahkamah berpendapat, kehadiran para penerima kuasa pada persidangan di Mahkamah tidak didasarkan pada surat kuasa yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan, khususnya yang ditentukan dalam Pasal 7 ayat (2) PMK 2/2021.
“Sebab surat kuasa yang ditunjukkan dalam persidangan melalui daring pun belum dibubuhi meterai dan tanda tangan para pihak, yaitu pemberi kuasa dan penerima kuasa sebagai syarat sahnya secara formil surat kuasa,” kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih yang membacakan pendapat Mahkamah.
Demikian halnya apabila Mahkamah merujuk pada surat kuasa awal yang belum diperbaiki, yaitu surat kuasa bertanggal 8 Maret 2022, sebagaimana fakta hukum yang ada, telah ternyata surat kuasa awal tersebut pemberi kuasa hanya memberikan kuasa secara terbatas kepada para penerima kuasa yaitu hanya memberikan kewenangan untuk membuat permohonan pengujian, memanggil ahli, dan membuat kesimpulan tanpa memberikan kewenangan lainnya, khususnya untuk menghadiri persidangan dan menyampaikan permohonan Pemohon. Dengan demikian, menurut Mahkamah, para penerima kuasa tidak mempunyai kewenangan untuk mewakili kepentingan pemberi kuasa dalam persidangan untuk Perkara Nomor 50/PUU-XX/2022 a quo.
Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum tersebut di atas, meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan Pemohon, namun oleh karena para penerima kuasa tidak mempunyai kewenangan untuk mewakili kepentingan pemberi kuasa dalam persidangan untuk Perkara Nomor 50/PUU-XX/2022 a quo dan seandainyapun surat kuasa memenuhi syarat formil, quod non, telah ternyata permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur, sehingga Mahkamah tidak mempertimbangkan kedudukan hukum dan pokok permohonan Pemohon serta hal-hal lain lebih lanjut.*