Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) audited telah memperoleh Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Meski demikian, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas LKPP tahun 2021 masih terdapat temuan pemeriksaan yang tidak mempengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan. Atas hal tersebut, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan Pemerintah akan tetap berkomitmen menindaklanjuti rekomendasi BPK atas temuan dimaksud.
“Pemerintah tetap berkomitmen menindaklanjuti rekomendasi BPK atas temuan tersebut sehingga pengelolaan keuangan negara akan terus dijaga semakin berkualitas di masa mendatang,” ungkap Menkeu pada Rapat Paripurna DPR dengan agenda Penyampaian Keterangan Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN (P2APBN) Tahun Anggaran 2021, Kamis (30/06).
Berkaitan dengan temuan penentuan kriteria Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC PEN) Tahun 2021, Pemerintah akan menetapkan kriteria program yang menjadi bagian dari program PC PEN dan mengoptimalkan implementasi mekanisme pelaporan program PC PEN di dalam laporan keuangan.
Kemudian, berkaitan dengan temuan pengelolaan insentif dan fasilitas perpajakan tahun 2021, Pemerintah akan memutakhirkan sistem pengajuan insentif wajib pajak dan menetapkan pedoman pelaporan realisasi insentif dan fasilitas perpajakan.
Ketiga, untuk menindaklanjuti temuan BPK atas kebijakan akuntansi yang belum mengatur pelaporan secara akrual atas transaksi pajak atas penyajian hak dan kewajiban negara, Pemerintah telah menugaskan tim task force untuk berkoordinasi dengan Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP) di dalam mempercepat penyelesaian Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) terkait, untuk selanjutnya akan dilakukan penyempurnaan kebijakan akuntansi terkait transaksi perpajakan SAP.
Keempat, berkenaan dengan temuan penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban belanja, Pemerintah akan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia pengelola keuangan negara dengan juga meningkatkan monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran, serta meningkatkan peran Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) di dalam memitigasi risiko ketidakpatuhan, ketidaktercapaian output, ketidaktepatan sasaran, dan penyimpangan dalam pelaksanaan anggaran.
Kelima, terkait temuan sisa dana investasi pemerintah dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional (IPPEN) pada PT Garuda Indonesia dan PT Krakatau Steel, pemerintah telah mengembalikan sisa dana IPPEN PT Garuda sebesar Rp7,5 Triliun ke kas negara dan melakukan evaluasi atas korektif action plan dari PT Krakatau Steel di dalam rangka memenuhi Key Achievement Indicator (KAI) dan mengembalikan sisa dana jika hasil evaluasi menunjukkan bahwa PT Krakatau Steel tidak dapat memenuhi KAI.
Keenam, terkait temuan piutang pajak macet yang belum dilakukan penagihan yang memadai, Pemerintah melakukan inventarisasi atas piutang macet yang belum daluwarsa penagihan sampai dengan Juni 2022 dan pengembangan sistem informasi dan monitoring ketepatan pajak yang akan daluarsa penagihannya.
Ketujuh, berkaitan dengan temuan perlakuan dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebagai investasi jangka panjang nonpermanen lainnya yang belum didukung keselarasan regulasi, kejelasan skema, dan penyajian di dalam laporan keuangan BP Tapera, Pemerintah akan menyelaraskan ketentuan mengenai dana tapera pada PP Nomor 25 tahun 2020 dengan ketentuan dan Undang-Undang APBN serta menyusun kebijakan akuntansi serta pengelolaan dana FLPP tersebut.
Kedelapan, berkenaan dengan temuan belum disajikannya kewajiban jangka panjang atas program pensiun pada neraca, Pemerintah telah memerintahkan tim task force untuk berkoordinasi dengan KSAP untuk memfinalisasi dan menetapkan pernyataan standar akuntansi pemerintahan tentang imbal kerja.
Terakhir, untuk temuan kelemahan penatausahaan putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap atau inkracht, Pemerintah akan melakukan identifikasi upaya hukum lain yang masih mungkin dilakukan sebagai bentuk pemantauan atas putusan hukum inkracht. Sedangkan untuk pengalokasian anggaran pembayaran kewajiban dari putusan hukum inkracht, Pemerintah akan berpedoman pada peraturan perundang undangan yang berlaku.*