Anggota DPR-RI Fathan Subchi, Dukung Warga Demak Korban Pembebasan Tol Semarang – Demak

RuangHukum JAKARTA – Anggota DPR RI Fraksi PKB, M. Fathan Subchi mendukung langkah korban pembebasan lahan tol Semarang – Demak yang akan menyuarakan aspirasinya ke Kementerian terkait.

Pria yang juga Ketua Umum Paguyuban Demak Bintoro Nusantara (PDBN), merasa ikut prihatin dan akan mengkomunikasikan ke Komisi di DPR RI yang membidangi Pertanahan, Kementerian ATR/BPN dan juga ke Kementrian PUPR karena masalah yang menimpa Perwakilan Korban sudah lama belum ada titik temu.

“Menurut Perwakilan Korban, sudah mengadu ke DPRD Demak dan DPRD Provinsi Jateng hingga kirim surat ke Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal (Purn) Moledoko dan juga ke Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo,” ujarnya.

Korban pembangunan jalan tol Semarang-Demak pada Kamis (10/6/2021) mengadu ke Komisi II DPR RI. Mereka meminta wakil rakyat di parlemen Senayan memperhatikan nasib para korban pemilik lahan yang akan digunakan pembangunan tol tersebut.

Perwakilan korban mafia tanah Tol Semarang-Demak, Prof. Dr. Hanif Nurcholis mengatakan bahwa, dirinya mewakili ibunya Hj. Rochmah dan 47 pemilik tanah lainnya yang tanahnya dibebaskan secara sepihak dan tidak adil oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah untuk proyek jalan tol Semarang-Demak.

Hanif mengungkap, harga yang ditetapkan Penilai/Appraiser terlalu rendah Rp 140.000 per meter persegi dibandingkan dengan harga faktual.

“Saya dan 47 pemilik tanah lainnya sangat dirugikan dan diperlakukan tidak adil oleh Pelaksana Pengadaan Tanah,” ujar Hanif, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (10/6/2021).

Dalam rapat tersebut, Hanif juga ditemani pengurus Forum Silaturahmi Ganti Untung Tol Semarang-Demak, seperti Sukarman dan Mukohar.

Hanif mengaku, mendapatkan informasi terpercaya bahwa tanah di Desa Wonosalam yang bersebelahan dengan lahan mereka dihargai tinggi oleh tim Penilai dan diduga melakukan kecurangan.

“Informan memberi tahu kepada saya dan 47 pemilik tanah lainnya bahwa semua tanah terdampak tol di Desa Wonosalam dinilai tinggi (untuk sawah antara 385.000 – 725.000 per m2 dan karas antara 525.000 – 1.190.000 per m2) karena Penilai/Appraiser minta “vitamin” atau uang suap kepada pemilik tanah sebesar Rp100 juta dan disetujui oleh pemilik tanah di bawah koordinasi panitia desa dan kepala desa,” ungkap Hanif.

Berdasarkan informasi ini, dia berkesimpulan bahwa Penilai/Appraiser tidak profesional dan independent dalam menetapkan harga tanah.

Menurutnya, tinggi-rendahnya nilai tanah tidak ditentukan oleh kondisi obyektif tanah yang dinilai tapi tergantung pada ada atau tidak adanya uang suap.

“Jika ada uang suap maka nilianya tinggi. Sebaliknya, jika tidak ada uang suap maka nilainya rendah. Karena saya dan 47 orang pemilik tanah lainnya tidak memberikan uang suap kepada Penilai/Appraiser maka nilainya rendah,” kata Hanif.

Hanif dan 47 pemilik tanah lainnya menilai Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah dan Appraiser melanggar ketentuan Perpres No. 71/2012. Pasal 66 mengatur bahwa nilai ganti kerugian ditetapkan oleh Penilai yang dijadikan dasar musyawarah untuk menetapkan bentuk ganti kerugian.

Lalu Pasal 68 mengatur bahwa Ketua Pelakana Pengadaan Tanah melaksanakan musyawarah dengan pihak yang berhak. Faktanya ia tidak melaksanakan musyawarah. Ia hanya menyampaikan harga secara sepihak. Pemilik tanah sama sekali tidak diajak musyawarah.

Pasal 70 mengatur bahwa dalam hal belum tercapai kesepakatan, musyawarah dapat dilaksanakan lebih dari satu kali.

“Faktanya meskipun saya dan 47 orang lainnya belum sepakat atas harga dan/atau bentuk kerugian yang ditetapkan Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah, saya dan 47 orang pemilik tanah lainnya dipaksa untuk tanda tangan menolak. Tidak ada musyawarah kedua dan ketiga,” jelas Hanif.

Oleh karena itu, Hanif meminta Komisi II dan Komisi V DPR memfasilitasi para korban 47 mafia tanah untuk memusyawarahkan kembali penetapan harga ganti kerugian atas tanah yang dibebaskan untuk jalan tol Semarang-Demak dengan pihak-pihak terkait. Sehingga dicapai kesepakatan harga yang adil dan layak.

“Perlu diketahui bahwa dengan harga Rp 140.000 per m2 membuat pemilik tanah dibuat miskin oleh Negara karena uang ganti kerugian sejumlah ini tidak bisa dibelikan tanah pengganti di tempat lain. Padahal tanah yang dibebaskan tersebut adalah tanah sebagai sumber penghidupan,” katanya.

Dia juga meminta kepada Menteri ATR dan BPN Kabupaten Demak menghentikan sementara proses pelepasan hak atas tanahnya dan tanah milik 47 orang lainnya sebelum terdapat kesepakatan harga.

“Komisi VI DPR kiranya dapat minta kepada PT. PP menghentikan pengerjaan jalan tol sampai diperoleh kesepakatan harga ganti untung atas tanah tersebut,” katanya. (Ridhwan)

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

Dinkes Kota Bandung Koordinasikan Penambahan Tempat Tidur

Next Article

Handoko Yudianto: Pembebasan Lahan Jalan Tol Semarang – Demak, Bukan Lingkup Pekerjaan BUJT PPSD

Related Posts