Presidensi G20 Indonesia Fokus pada Tiga Hal, Apa Saja?

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu

RUANG HUKUM – Penyelenggaraan Presidensi G20 Indonesia berfokus pada tiga hal yaitu pembangunan arsitektur kesehatan global, optimalisasi teknologi digital, dan transisi energi. Tiga fokus utama ini merupakan arahan dari Presiden Republik Indonesia.

“Yang pertama adalah bagaimana kita membawa logika baru tentang arsitektur kesehatan global. Hal ini penting karena sekarang kita menghadapi pandemi, dan pandemi yang kita hadapi sekarang itu tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Sehingga kedepan kita ingin pastikan bahwa arsitektur kesehatan global itu adalah sistem kesehatan yang saling terhubung dan saling mendukung satu sama lain,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, di Jakarta, Rabu (16/02/2022).

Menurut Febrio, Indonesia memiliki sistem kesehatan yang sudah relatif baik walaupun masih ada ruang yang perlu untuk terus ditingkatkan. Industri farmasi masih perlu ditingkatkan produktivitasnya, sektor kesehatan seperti tenaga kesehatan dan rumah sakit masih perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan dari masyarakat, serta ketersediaan vaksin yang harus selalu dijaga.

“Pada saat kondisi seperti sekarang ini, dunia itu bisa pulih dari pandemi hanya kalau semua negara pulih dari pandemi. Nah ini bentuk dari arsitektur kesehatan yang harus kita pikirkan bersama-sama dengan negara G20,” lanjut Febrio.

Fokus yang kedua adalah optimalisasi teknologi digital untuk mendorong transformasi ekonomi bukan hanya di Indonesia tetapi juga seluruh dunia untuk bisa memanfaatkan potensi dari teknologi digital. Febrio menyebut bahwa optimalisasi teknologi digital ini terutama digunakan untuk meningkatkan financial inclusion dan pemberdayaan UMKM.

“Kita sudah melihat bagaimana ini (optimalisasi teknologi digital) terjadi di Indonesia, dan kita ingin lebih banyak lagi investasi ke sana untuk semakin memperkuat digital ekonomi Indonesia,” tambah Febrio.

Prioritas ketiga adalah transisi energi ke arah yang lebih ramah lingkungan. Febrio menyebut bahwa hal ini penting karena saat ini terdapat risiko dari perubahan iklim yang sangat nyata bagi negara-negara seperti Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Indonesia sudah berkomitmen sesuai dengan Paris Agreement untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Dalam konteks komitmen ini, di tahun 2030 Indonesia ingin menurunkan sebanyak 29% dari emisi atas usaha sendiri dan 41% dengan dukungan internasional. Bahkan, untuk tahun 2060 Indonesia sudah berkomitmen untuk mencapai net zero emission.

“Nah dalam konteks ini Indonesia ingin juga menunjukkan leadership sekaligus memanfaatkan peluang bahwa ekonominya akan berubah juga dengan arah transisi energi ini artinya investasi-investasi baru yang arahnya lebih ramah lingkungan itu akan semakin terbuka. Nah di sini kita ingin memanfaatkan kesempatan itu sekaligus menjadi pemimpin bagi perubahan itu di dunia,” terang Febrio. *

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

Agar Masyarakat Aman Berinvestasi, Kemendag Perketat Pengawasan Aset Kripto 

Next Article

Local Currency Settlement Dukung Stabilitas Perekonomian

Related Posts