Implementasi UU Sistem Budidaya, Tingkatkan Produk Tani dengan Sistem Integrasi Agrikultural

kegiatan webinar dengan tema “Life Cycle Assesment of Integrated Agricultural System”

Pusat Riset Sistem Produksi Berkelanjutan dan Penilaian Daur Hidup (PR SPBPDH) mengadakan kembali kegiatan #BelajarBareng bersama dengan civitas BRIN melalui kegiatan webinar dengan tema “Life Cycle Assesment of Integrated Agricultural System” di Jakarta belum lama ini.

Kegiatan dibuka oleh Kepala PR SPBPDH, Nugroho Adi Sasongko, ST., M.Sc., Ph.D. Menurut Analisis LCA,

sektor agrikultur merupakan sektor terbesar penghasil emisi, hal ini akan menjadi sebuah isu terbesar yang akan dihadpi oleh manusia, dimana semakin bertambahnya populasi manusia yang ada dibumi maka semakin besar juga emisi yang akan dihasilkan.

“Dengan adanya webinar ini diharapkan dapat menambah hasanah pengetahuan terkait dengan aktivitas riset didalam life cycle untuk para peserta yang hadir,” ungkap Nugroho.

Berbicara tentang regulasi budidaya pertanian berkelanjutan, hal tersebut dinaungi oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan yang manggantikan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.

“Berkelanjutan itu sangat penting, apalagi saat ini terkait dengan isu Pemanasan Global di Dunia,” ujar Tria selaku moderator.

Materi dibawakan oleh Dr. M. Nasir Rofiq dimulai dengan memperkenalkan anggota kelompok riset Sustainability and LCA Analysis of Integrated Agriculture Production and food Industry.

Alur dari pemikiran riset tentang Analisis LCA yang berintegrasi pada sistem pertanian ini adalah SDGs berkelanjutan tentang ketahanan pangan dan juga ketahanan iklim untuk mendukung Indonesia menjadi lumbung pangan di 2045.

Perlunya adaptasi dengan risiko iklim diperlukan sebuah strategi pembangunan pertanian yang dilakukan secara integrasi (Integrated farming System) yang mampu mendukung sustainable.  Dengan sistem produksi yang saling berintegrasi dimana mereka saling menguntungkan, terjadilah siklus saling memanfaatkan sehingga menghasilkan net zero waste.

“Dengan adanya integrasi pertanian ini, daily income mungkin bisa tercipta,” ujar Nasir.

Selain meningkatkan ekonomi integrasi juga akan ramah lingkungan, maka dari itu diperlukan adanya analisis LCA untuk menenetukan keputusan atau rekomendasi serta input teknologi yang mampu diimplentasikan pada system produksi tersebut yang sesuai sehingga terciptalah sebuah pembangunan pertanian dan pangan yang ramah lingkungan.

Perubahan iklim merupakan salah satu tantangan yang berdampak pada kelangkaan pangan. Pemerintah Indonesia sendiri sudah  menetapkan 9 prioritas bahan baku pangan untuk memenuhi kelangkaan pangan yang didapati dari dampak perubahan iklim nantinya. Dari 9 prioritas bahan baku pangan tersebutlah dikembangkan suatu integrasi pembangunan pangan berketahanan iklim.

Pada materinya nasir juga menjelaskan tentang kerangka LCA, Tahapan LCA dalam sistem pertanian terintegrasi, definisi, tujuan dan ruang lingkup hingga LCA tahap penilaian dampak. Kegiatan dilanjutkan dengan diskusi antar peserta dan pemateri dimana para peserta yang hadir terlihat sangat antusias melakukan diskusi perihal Analisis LCA yang tidak terpaku hanya pada pertanian, namun juga perikanan dan peternakan. Analisis LCA masih banyak perlu dilakukan pada system produksi pertanian, perikanan dan peternakan untuk mendukung tujuan dari Pembangunan berkelanjutan di Indonesia.*

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

BRIN Bahas Penyusunan Naskah Kebijakan Ketenaganukliran untuk Percepat Pembangunan PLTN

Next Article

Dukung Penyelamatan Lingkungan Hidup, WALHI Luncurkan Sistem Informasi WKR (Wilayah Kelola Rakyat)

Related Posts