Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK) M. Guntur Hamzah menyajikan materi “Peradilan Modern di Mahkamah Konstitusi” dalam kuliah umum yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang pada Kamis (2/6/2022).
Guntur menjelaskan, peradilan modern adalah peradilan dengan sistem kerja berbasis ICT (Information, Communication, and Technology) dan memiliki mindset dan culture set yang maju. Sedangkan tujuan peradilan berbasis ICT adalah memangkas biaya dan waktu, meminimalisir terjadinya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu, mewujudkan proses kerja yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel serta meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Saat ini, teknologi informasi telah menjadi tulang punggung pada seluruh kegiatan yang dilakukan oleh MK tidak hanya pada sistem persidangan atau Justice Administration System (JAS) namun juga General Administration System (GAS).
Guntur juga menguraikan karakter lembaga peradilan untuk mendukung pembelajaran berbasis digital/elektronik yakni lembaga peradilan harus mengadopsi perkembangan ICT. Menurut Guntur, lembaga peradilan harus aktif mendorong rasionalitas dan keadilan substantif dalam proses dan pencapaian tujuan. Kemudian, lembaga peradilan harus mampu mendeteksi kebutuhan regulasi dari masyarakat pencari keadilan. Selain itu, lembaga peradilan harus mempertimbangkan “roh” hukum, bahwa hukum ada untuk masyarakat.
Peradilan Berbasis ICT
Guntur bertutur MK merespons perkembangan ICT melalui Integrated System yang meliputi Sistem Manajemen Perkara (SIMPP), Sistem Verifikasi Keuangan (SIVIKA), e-Kinerja, e-SKP, Sistem Informasi Kearsipan Dinamis (SIKD), SIMPEL, e-Perisalah, e-Minutasi, e-BRPK, case tracking, video conference.
Kemudian juga, MK merespons perkembangan ICT melalui Sistem Online 24/7 untuk pelayanan publik dan pencari keadilan. Berikutnya, MK merespons perkembangan ICT melalui Single-sign-on yang cukup melakukan proses otentikasi sekali saja untuk mendapatkan izin akses
terhadap semua layanan dalam jaringan. Selanjutnya, MK merespons perkembangan ICT melalui Digital Mindset dan M-KIT.
ICT di MK, papar Guntur, juga bermakna sebagai Integrity, Clean, Trustworthy. Integrity diartikan bahwa integritas sebagai modal insani agar tidak terjadi loss of human identity. Clean diartikan bersih dari upaya-upaya koruptif serta menguntungkan diri sendiri. Sedangkan Trustworthy merupakan elemen terpenting untuk menghadapi pembentukan dan penegakan hukum di era digital.
Dengan demikian, sambung Guntur, jangan hanya mengartikan ICT sebagai akronim Information, Communication dan Technology. Namun yang lebih penting lagi, ICT itu juga menyangkut integritas, bersih dan dapat dipercaya. Kalau hanya memahami teknologi sebagai perangkat, maka bisa jadi the man behind the tool akan bisa membuat alat yang digunakan bisa menjadi salah.
Hal lain dan tak kalah penting menurut Guntur, Era Disrupsi 4.0 yang ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi menjadi pembelajaran MK. Misalnya, membuat praktik hukum menjadi serba smart, lebih menghemat waktu dan lebih akurat. MK menyediakan transkrip sidang, live streaming, putusan bebas unduh. Kemudian permohonan bisa secara online dan melakukan persidangan jarak jauh, sehingga menjadi lebih simpel.
Peradilan Norma
Usai paparan materi digelar sesi tanya jawab. Di antaranya, ada mahasiswa yang menanyakan soal apakah MK dapat menggelar sidang tanpa dihadiri oleh pihak lawan? Terhadap pertanyaan tersebut. Guntur menjawab bahwa hal demikian lazim dikenal dengan peradilan in absentia.
“MK merupakan peradilan norma yg bersifat abstrak-umum, bukan kasus konkret. Dalam perkara pengujian undang-undang, tidak ada Termohon. Presiden dan DPR merupakan pemberi keterangan, bukan lawan dari Pemohon. Namun dalam perkara pemilu dan pilkada yang merupakan kasus konkret, KPU berada pada posisi sebagai Termohon,” jelas Guntur.
Berikutnya, ada pertanyaan lain terkait peradilan modern di MK. Menurut Guntur, ketika berbicara peradilan konstitusi, banyak orang yg membahas perihal putusan. Namun, sedikit sekali bahkan jarang orang menyoal supporting system di MK, seperti berapa peneliti yg melekat pada hakim, bagaimana MK bisa mengunggah (upload) putusan dalam kurun waktu kurang dari 30 menit, dan sebagainya. Oleh karena itu, Guntur berharap agar ke depan banyak penelitian dan kajian yg memberi perhatian terhadap Judicial Administration System (JAS) dan General Admnistration System (GAS). *