Modus Kejahatan Baru Pada Investasi Digital

Oleh: Bambang Soesatyo
Ketua MPR RI/Kandidat Doktor Ilmu Hukum UNPAD/Dosen Fakultas Hukum, Ilmu Sosial & Ilmu Politik (FHISIP) Universitas Terbuka

NEGARA harus lebih pro aktif menangkal penarikan dana masyarakat oleh institusi asing melalui penawaran investasi bodong. Tak hanya merugikan para investor lokal, investasi bodong yang marak akhir-akhir ini juga merugikan perekonomian nasional, karena puluhan triliun dana investasi itu dialihkan ke luar negeri.

Sebagaimana sudah diungkap oleh Satgas Waspada Investasi,  dalam rentang waktu 2011 hingga 2021, total kerugian masyarakat akibat investasi bodong mencapai Rp 117,4 triliun. Sebagian besar investasi bodong itu ditawarkan atau dijajakan oleh institusi asing yang beroperasi secara ilegal. Dari fakta ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pun mendeteksi adanya aliran dana investasi bodong ke luar negeri, meliputi Singapura, Australia, Amerika Serikat hingga Tiongkok. Dalam konteks pengelolaan dana (fund management), peralihan dana lokal ke negara lain akibat sepak terjang pelaku kejahatan kerah putih (white collar crime) menuntut adanya koreksi atau introspeksi internal.

Total kerugian masyarakat itu tentu saja fantastis. Dalam konteks lebih luas, perekonomian nasional pun menanggung rugi. Misalnya, semua transaksi dalam proses investasi itu, termasuk peralihan dana investasi lintas negara, lolos dari ketentuan perpajakan nasional. Selain itu, jika jumlah dana yang demikian besar itu dikelola dengan baik dan benar di dalam negeri sendiri, sudah barang tentu mampu menggerakan perekonomian nasional dan memperkuat likuiditas.

Sangat memprihatinkan karena sebagian besar dari dana milik investor lokal itu ternyata dialihkan ke negara lain sebagai keuntungan pihak asing yang menjajakan instrumen investasi bodong di dalam negeri. Fakta ini pun menjadi penanda bahwa komunitas investor lokal belum mendapatkan perlindungan maksimal pada era ekonomi digital sekarang ini.

Instrumen investasi digital memang tidak sekadar menandai perubahan dan kemajuan, tetapi dia menjadi sarana yang dapat dimanfaatkan semua orang untuk menjadikan dana atau properti semakin produktif dari waktu ke waktu. Sebagai bagian tak terpisah dari ekonomi digital, investasi digital akan menjadi instrumen tak terelakan bagi generasi muda terkini dan mendatang.

Tak perlu menunggu sampai punya uang banyak, kini semua orang bisa mulai berinvestasi atau berupaya memproduktifkan miliknya dengan merespons penawaran investasi digital yang banyak ditawarkan dengan pola online pada banyak situs web atau aplikasi. Prosesnya mudah, cepat dan dapat dimulai dengan modal kecil, serta  mudah dipantau kapan saja dari gadget dalam genggaman tangan.  Lazimnya, penyelenggaran investasi juga menjanjikan keuntungan.

Namun, bagi calon investor, azas kehati-hatian (prudent) tetaplah harus diutamakan.  Sebagaimana merencanakan, menggunakan dan menyimpan uang, kehati-hatian selalu menjadi aspek yang mutlak. Sama seperti setiap orang saat memilih-milih bank untuk menabung atau deposito.  Demikian juga halnya dalam  menanam modal.  Investasi pada institusi apa; siapa saja figur dibalik institusi itu, bagaimana kredibilitas serta kapabilitasnya, hingga aspek legalitas institusi bersangkutan.

Sebelum membuat keputusan investasi secara online, calon investor harus yakin terlebih dahulu bahwa pilihan institusinya sudah clean and clear. Karena itu, setiap orang atau calon investor juga selalu disarankan untuk bertanya dan mencari informasi yang benar kepada para pihak yang kompeten, terutama institusi pemerintah.

Jika semua aspek tadi tidak diprioritaskan, sangat besar potensi si calon investor menjadi korban penipuan oleh penyelenggara investasi digital. Fenomena penipuan itulah yang marak akhir-akhir ini dengan total kerugian yang demikian besar itu. Dan, dalam aksi penipuan itu, peran institusi asing sebagai penyelenggara investasi digital ilegal terbilang dominan.

Kesimpulan pertama yang dapat dikedepankan adalah fakta bahwa ekosistem investasi digital di dalam negeri belum protektif, pun belum kondusif. Sudah terlalu banyak investor yang menjadi korban penipuan. Belum mampu melindungi investor dan juga belum mampu melindungi kepentingan negara dari aspek perpajakan. Para pelaku kejahatan kerah putih dari luar negeri begitu leluasa menjebak dan menipu para pemilik modal di dalam negeri .

Benar bahwa investor lokal kurang berhati-hati dalam menanggapi penawaran dari pihak asing selaku  penyelenggara investasi digital yang belum memiliki izin dari Bappebti — atau pihak berwenang lain — untuk beroperasi di dalam negeri. Namun, harus pula diakui bahwa negara belum mampu menangkal serbuan penyelenggara investasi digital yang beroperasi secara ilegal untuk menipu investor lokal.

Satgas Waspada Investasi sudah menunjukan besarnya kerugian investor lokal, yang sudah pasti berdampak juga terhadap perekonomian nasional. Puluhan triliuan dana masyarakat dilarikan ke luar negeri sebagai keuntungan pihak asing yang menyelenggarakan investasi digital ilegal. Mau berapa lagi kecenderungan seperti ini  akan dibiarkan?

Kesadaran bersama yang harus tetap terjaga sepanjang dekade ini dan dekade selanjutnya adalah kemauan memahami fakta bahwa proses bertransformasi ke ekonomi digital ternyata juga menghadirkan ragam modus kejahatan baru. Salah satu contohnya adalah penipuan berkedok investasi digital dengan modus beragam. Di kemudian hari, akan muncul modus baru dengan memanfaatkan celah-celah kelemahan pada ekonomi digital.

Modus-modus kejahatan itu tidak hanya merugikan para investor, tetapi perekonomian negara pada gilirannya juga dirugikan. Pada saat yang sama, bertransformasi ke ekonomi  digital menjadi keniscayaan yang terelakan. Maka, persepsi masyarakat tentang ekonomi digital tidak boleh dibiarkan dirusak oleh sepak terjang para pelaku kejahatan kerah putih yang menjebak dan menipu masyarakat.

Karena itu, negara cq pemerintah harus segera tampil dengan inisiatif-inisiatif baru kekinian untuk mengantisipasi dan menangkal ragam modus kejahatan itu. Terobosan baru dari aspek teknologi harus terus diupayakan untuk mendeteksi modus kejahatan baru, agar negara-bangsa tidak dirugikan selama berjalannya proses transformasi ke ekonomi digital.*

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

Tingkatkan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi, Mendagri Beberkan Arah Kebijakan RKP 2023

Next Article

GTRA Summit 2022, Presiden Dorong Sinergitas Antar Sektor Selesaikan Persoalan Lahan

Related Posts