Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan PT Aero Citra Kargo (PT ACK) terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU 5/1999), yang dibacakan dalam Sidang Majelis dengan agenda Pembacaan Putusan atas Perkara No. 04/KPPU-I/2021 di Kantor Pusat KPPU Jakarta, Kamis (9/6/2022).
Perkara ini berawal dari hasil penelitian dan ditindaklanjuti ke tahap Sidang Majelis Komisi terhadap Dugaan Pelanggaran Pasal 17 UU 5/1999 terkait Jasa Pengurusan Transportasi Pengiriman (Ekspor) Benih Bening Lobster (BBL), yang dilakukan oleh PT ACK. Majelis Komisi dalam proses Sidang Majelis menemukan bahwa PT ACK merupakan perusahaan satu-satunya yang hadir pada pertemuan sosialisasi, sehingga tidak ada substitusi perusahaan jasa pengurusan transportasi pengeluaran (ekspor) BBL untuk tujuan ke luar wilayah Indonesia.
Fakta persidangan juga menunjukkan adanya hambatan masuk (entry barrier), sebagai berikut:
-
- Berdasarkan Kep-DJPT Nomor 48 Tahun 2020 jo. Keputusan Kepala BKIPM Nomor 41 Tahun 2020 diatur mengenai persyaratan pengeluaran BBL dari wilayah Negara Republik Indonesia adalah harus memiliki dokumen Surat Penetapan Waktu Pengeluaran (SPWP) yang diterbitkan oleh Dirjen Perikanan Tangkap KKP;
- Faktanya hanya PT ACK yang dapat melakukan pengurusan dokumen SPWP sebagai salah satu syarat pengeluaran BBL dan didukung dengan keterangan para saksi; dan
- Terdapat hambatan masuk bagi perusahaan eksportir apabila tidak memiliki dokumen SPWP untuk melakukan ekpsor BBL tujuan keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia.
Fakta terkait penguasaan pasar lebih dari 50% atau monopoli ditemukan dalam persidangan sebagai berikut:
- PT ACK merupakan satu-satunya perusahaan ekspor BBL setidaknya sejak terbit Peraturan Menteri KP Nomor 12 Tahun 2020 hingga tanggal 25 November 2020;
- Adanya penguasaan pangsa pasar jasa ekspor BBL lebih dari 50% dilihat dari keterangan para eksportir apabila tidak menggunakan jasa transportasi milik Terlapor maka ekspor pengiriman BBL tidak dapat dilaksanakan sehingga para eksportir tidak mempunyai pilihan lain; dan
- PT ACK menguasai pangsa pasar yang melebihi dari 50% (lima puluh persen), sehingga memiliki posisi monopoli dalam pasar bersangkutan, yakni jasa pengurusan transportasi pengeluaran (ekspor) BBL dengan menggunakan transportasi udara untuk tujuan keluar wilayah Negara Republik Indonesia ke Negara Vietnam, Taiwan dan Hongkong pada periode bulan Juni – November 2020.
Selain itu, dalam fakta persidangan terbukti adanya pemusatan kekuatan ekonomi di mana adanya dukungan Pemerintah atas terbitnya dokumen SPWP. Meski tidak ada penunjukkan resmi, PT ACK merupakan satu-satunya pelaku usaha, karena selama proses persidangan perkara a quo ditemukan fakta bahwa jika eksportir menggunakan perusahaan kargo selain PT ACK dalam proses pengeluaran (ekspor) BBL tujuan keluar wilayah Negara Republik Indonesia, maka eksportir tersebut akan terhambat atau kesulitan dalam mengurus dokumen SPWP dari Dirjen Perikanan Tangkap KKP. Sementara SPWP sebagai salah satu persyaratan pengeluaran (ekspor) BBL tujuan keluar wilayah Negara Republik Indonesia adalah persyaratan yang menghambat pelaku usaha eksportir BBL lainnya. Majelis Komisi juga menemukan adanya pemusatan kekuatan ekonomi dengan melakukan penetapan harga yang eksesif.
Sebelum memutus, Majelis Komisi mempertimbangkan beberapa hal berikut:
- Adanya eksesif margin yang dinikmati oleh PT ACK sebesar 323,53% (tiga ratus dua puluh tiga koma lima puluh tiga persen) atau setara dengan Rp. 58.499.465.750,00 (lima puluh delapan miliar empat ratus sembilan puluh sembilan juta empat ratus enam puluh lima ribu tujuh ratus lima puluh rupiah);
- Dengan perhitungan pengenaan sanksi denda, PT ACK dapat dikenakan sanksi denda sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai penjualan di pasar bersangkutan, yakni sejumlah Rp7.658.111.880 (tujuh miliar enam ratus lima puluh delapan juta seratus sebelas ribu delapan ratus delapan puluh rupiah);
- Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 28/Pid.Sus-TPK/2021/PN.Jkt.Pst., uang di Rekening Bank BCA atas nama PT Aero Citrea Kargo sejumlah Rp8.774.507.218,00 (delapan miliar tujuh ratus tujuh puluh empat juta lima ratus tujuh ribu dua ratus delapan belas rupiah) dan Rp257.866.000,00 (dua ratus lima puluh tujuh juta delapan ratus enam puluh enam ribu rupiah), serta di Rekening Bank BNI atas nama Sdr. Amri selaku Direktur Utama PT ACK uang sejumlah Rp3.443.466.293,00 (tiga miliar empat ratus empat puluh tiga juta empat ratus enam puluh enam ribu dua ratus sembilan puluh tiga rupiah), telah dirampas untuk negara; dan
- Keterangan Ahli dari Direktorat Jenderal Pajak pada pokoknya menyatakan besaran penjualan dan laba bersih dalam laporan keuangan wajib pajak (PT ACK) tahun 2019 sama dengan Rp0,00 (nol rupiah).
Memperhatikan bahwa Majelis Komisi mempertimbangkan kemampuan pelaku usaha untuk membayar berdasarkan ketentuan Pasal 14 PP Nomor 44 Tahun 2021 jo. Pasal 2 Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2021, maka Majelis Komisi menilai PT ACK tidak memiliki kemampuan untuk membayar sanksi berupa denda sebagaimana diperhitungkan oleh Majelis Komisi.
Berdasarkan berbagai fakta tersebut, Majelis Komisi memutus PT ACK terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 UU 5/1999.
Lebih lanjut, Majelis Komisi pada Putusannya merekomendasikan kepada Komisi untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada:
- Presiden Republik Indonesia agar menginstrusikan kepada seluruh Kementerian/Lembaga untuk:
- memperhatikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam penyusunan peraturan dan/atau kebijakan;
- berkonsultasi dan meminta pendapat KPPU sebelum menerbitkan peraturan dan/atau kebijakan terkait ekonomi, bisnis dan perdagangan.
- Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk membatalkan Nomor Induk Berusaha (NIB) dengan Nomor 9120302232765 yang diterbitkan pada tanggal 26 Februari 2019 khusus dalam bidang Jasa Pengurusan Transportasi (JPT).*