Penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) adalah opsi terbaik untuk menyelamatkan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dari kebangkrutan. Dengan mengajukan permohonan PKPU kepada Pengadilan Niaga, maskapai pelat merah yang terlilit utang sekitar Rp 70 triliun itu akan terhindar dari tuntutan kepailitan.
PKPU juga akan memberikan kesempatan kepada Garuda untuk melakukan negosiasi dengan para kreditur dan lessor pesawat, merestrukturisasi utang, mengurangi karyawan dalam rangka efisiensi, serta tidak membayar pajak penghasilan (PPh) badan. Peluang Garuda mendapatkan PKPU cukup besar, apalagi hampir seluruh maskapai penerbangan di dunia kini terpuruk akibat pandemi Covid-19.
Upaya PKPU juga dilakukan sejumlah maskapai penerbangan global, termasuk Singapore Airlines. Permohonan PKPU harus diikuti langkah-langkah efisiensi secara masif, seperti memangkas jumlah pilot yang saat ini mencapai 7.000 orang, menguragi jumlah direksi, dan menghapus perlakuan istimewa (privilege) kepada keluarga karyawan Garuda, di antaranya memberikan diskon tiket khusus, bahkan tiket gratis.
Selain itu, pemerintah harus segera memberikan suntikan modal berupa Penyertaan Modal Negara (PNM) lewat penerbitan saham baru untuk menambah modal (rights issue). Sebaliknya, opsi penutupan Garuda dengan membentuk maskapai baru tidak boleh lagi menjadi wacana. Opsi penyelamatan harus diambil secepatnya agar utang emiten berkode saham GIAA itu tidak terus membengkak.
Hal itu terungkap dalam wawancara Investor Daily dengan pakar hukum Ronny Bako, pengamat penerbangan Gerry Soejatman, pengamat pasar modal dari Universitas Indonesia (UI) Budi Frensidy, pengamat BUMN Toto Pranoto, Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza, dan anggota Komisi VI DPRI RI Andre Rosiade. Mereka dihubungi secara terpisah di Jakarta, Kamis (17/6) lalu.
Sementara itu, Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra mengungkapkan, manajemen Garuda terus menempuh berbagai upaya untuk menyehatkan maskapai penerbangan milik negara tersebut, seperti melakukan negosiasi dengan kreditur dan lessor pesawat, menjalankan efisiensi, mengupayakan restrukturisasi utang, dan mengembangkan model bisnis kargo.
Di sisi lain, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio N Kacaribu menyatakan, pemberian PMN kepada BUMN tahun depan akan dilakukan secara lebih selektif. Hal itu tidak lepas dari upaya pemerintah untuk menjaga efektivitas pembiayaan investasi oleh APBN dalam rentang 0,30-0,95% terhadap produk domestik bruto (PDB). Garuda Indonesia dililit utang senilai US$ 4,9 miliar atau sekitar Rp 70 triliun. Utang Garuda terus membengkak antara lain akibat sewa pesawat yang sangat mahal dan tidak efisien. Kondisi keuangan Garuda makin terpuruk setelah jumlah penupang anjlok akibat pandemi Covid-19.
Untuk menyelamatkan Garuda, pemerintah menyiapkan empat opsi untuk Garuda. Opsi pertama, memberikan pinjaman atau suntikan ekuitas kepada perseroan. Kedua, menggunakan hukum perlindungan kebangkrutan untuk merestrukturisasi utang. Ketiga, merestrukturisasi utang dan mendirikan perusahaan maskapai nasional baru. Opsi keempat, Garuda dilikuidasi.
Tak Mudah Dipailitkan
Pakar hukum, Ronny Bako menjelaskan, pengajuan permohonan PKPU kepada Pengadilan Niaga merupakan opsi terbaik jika masyarakat masih banyak yang menginginkan Garuda tetap eksis atau tidak bubar. Apalagi saat ini banyak maskapai flag carrier global mengalami kesulitan yang sama, sehingga opsi PKPU cukup beralasan untuk diajukan.
“Saat ini flag carrier global juga goyang. Singapore Airline pun mengalami kesulitan dan menempuh opsi model PKPU, hanya sebutannya saja yang lain. Jadi, opsi PKPU memang yang paling tepat,” tegas Ronny.
Dengan mengajukan PKPU, menurut Ronny Bako, Garuda akan terhindar dari tuntatan kepailitan dan dapat melakukan negosiasi perdamaian dengan para kreditornya. Kreditur di dalam negeri, seperti perbankan dan Pertamina, diyakini akan sukarela menjalankan skema perdamaian.
Ronny mengakui, ada tantangan untuk mengegolkan opsi PKPU saat berhadapan dengan kreditur asing. Soalnya, di luar negeri tidak dikenal perdamaian, yang ada hanya pailit atau tidak pailit. Namun, Garuda tidak akan mudah dipailitkan kreditur asing, karena perusahaan itu berada di Indonesia dan tunduk kepada hukum di Indonesia.
“Jadi, meski asing menolak perdamaian, Garuda tinggal tetap bayar cicilan saja, sehingga tidak bisa dipailitkan karena hal itu dianggap masih dalam proses perdamaian,” ujar dia.
Ronny mengungkapkan, dengan mengajukan permohonan PKPU, Garuda bisa mendapatkan keuntungan, yakni bisa terlepas dari tuntutan pailit. Perseroan juga dapat merestrukturisasi utang, mengurangi tenaga kerja untuk efisensi, dan bisa tidak membayar PPh badan karena dianggap merugi.
Di sisi lain, pemerintah diharapkan juga dapat membantu finansial Garuda dengan menyuntikkan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) atau Penyertaan Modal Pemerintah (PMP). Kemudian, sebagai perusahaan publik, Garuda juga bisa menjaring dana di pasar modal lewat right issue atau sejumlah skema lain.
“Jadi, sejalan dengan pengajuan PKPU, Garuda bisa melakukan restrukturisasi, termasuk mengembalikan pesawat ke lessor, itu juga bagian dari restrukturisasi. Garuda pun dapat melakukan penghematan atau efisiensi. Pemerintah juga tetap harus mendukung keuangan Garuda dengan baik melalui PMN atau PMP,” papar dia. (*)
Sumber: investor.id